Tata cara mandi junub
pada wanita sama dengan tata cara mandi yang diterangkan di atas sebagaimana
telah diterangkan dalam hadits Ummu Salamah, “Saya berkata, wahai
Rasulullah, aku seorang wanita yang mengepang rambut kepalaku, apakah aku harus
membuka kepangku ketika mandi junub?” Beliau bersabda, “Jangan (kamu
buka). Cukuplah kamu mengguyur air pada kepalamu tiga kali, kemudian guyurlah
yang lainnya dengan air, maka kamu telah suci.” (HR. Muslim no. 330)
Untuk mandi karena haidh
dan nifas, tata caranya sama dengan mandi junub namun ditambahkan dengan
beberapa hal berikut ini:
Pertama: Menggunakan sabun dan pembersih lainnya
beserta air.
Hal ini berdasarkan
hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha,
أَنَّ أَسْمَاءَ سَأَلَتِ
النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ غُسْلِ الْمَحِيضِ فَقَالَ « تَأْخُذُ
إِحْدَاكُنَّ مَاءَهَا وَسِدْرَتَهَا فَتَطَهَّرُ فَتُحْسِنُ الطُّهُورَ ثُمَّ
تَصُبُّ عَلَى رَأْسِهَا فَتَدْلُكُهُ دَلْكًا شَدِيدًا حَتَّى تَبْلُغَ شُئُونَ
رَأْسِهَا ثُمَّ تَصُبُّ عَلَيْهَا الْمَاءَ. ثُمَّ تَأْخُذُ فِرْصَةً مُمَسَّكَةً
فَتَطَهَّرُ بِهَا ». فَقَالَتْ أَسْمَاءُ وَكَيْفَ تَطَهَّرُ بِهَا فَقَالَ «
سُبْحَانَ اللَّهِ تَطَهَّرِينَ بِهَا ». فَقَالَتْ عَائِشَةُ كَأَنَّهَا تُخْفِى
ذَلِكَ تَتَبَّعِينَ أَثَرَ الدَّمِ. وَسَأَلَتْهُ عَنْ غُسْلِ الْجَنَابَةِ
فَقَالَ « تَأْخُذُ مَاءً فَتَطَهَّرُ فَتُحْسِنُ الطُّهُورَ – أَوْ تُبْلِغُ
الطُّهُورَ – ثُمَّ تَصُبُّ عَلَى رَأْسِهَا فَتَدْلُكُهُ حَتَّى تَبْلُغَ شُئُونَ
رَأْسِهَا ثُمَّ تُفِيضُ عَلَيْهَا الْمَاءَ »
“Asma’ bertanya kepada
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang mandi wanita haidh. Maka beliau
bersabda, “Salah seorang dari kalian hendaklah mengambil air dan daun bidara,
lalu engkau bersuci, lalu membaguskan bersucinya. Kemudian hendaklah engkau
menyiramkan air pada kepalanya, lalu menggosok-gosoknya dengan keras hingga
mencapai akar rambut kepalanya. Kemudian hendaklah engkau menyiramkan air pada
kepalanya tadi. Kemudian engkau mengambil kapas bermisik, lalu bersuci
dengannya. Lalu Asma’ berkata, “Bagaimana dia dikatakan suci dengannya?” Beliau
bersabda, “Subhanallah, bersucilah kamu dengannya.” Lalu Aisyah berkata
-seakan-akan dia menutupi hal tersebut-, “Kamu sapu bekas-bekas darah haidh
yang ada (dengan kapas tadi)”. Dan dia bertanya kepada beliau tentang
mandi junub, maka beliau bersabda, ‘Hendaklah kamu mengambil air lalu bersuci
dengan sebaik-baiknya bersuci, atau bersangat-sangat dalam bersuci kemudian
kamu siramkan air pada kepala, lalu memijatnya hingga mencapai dasar kepalanya,
kemudian mencurahkan air padanya’.” (HR. Bukhari no. 314 dan Muslim no.
332)
Kedua: Melepas kepangan sehingga air sampai ke
pangkal rambut.
Dalil hal ini adalah
hadits yang telah lewat,
ثُمَّ تَصُبُّ عَلَى رَأْسِهَا فَتَدْلُكُهُ دَلْكًا شَدِيدًا حَتَّى
تَبْلُغَ شُئُونَ رَأْسِهَا
“Kemudian hendaklah
kamu menyiramkan air pada kepalanya, lalu menggosok-gosoknya dengan keras
hingga mencapai akar rambut kepalanya.” Dalil ini menunjukkan tidak cukup
dengan hanya mengalirkan air seperti halnya mandi junub. Sedangkan mengenai
mandi junub disebutkan,
ثُمَّ تَصُبُّ عَلَى
رَأْسِهَا فَتَدْلُكُهُ حَتَّى تَبْلُغَ شُئُونَ رَأْسِهَا ثُمَّ تُفِيضُ
عَلَيْهَا الْمَاءَ
“Kemudian kamu
siramkan air pada kepala, lalu memijatnya hingga mencapai dasar kepalanya,
kemudian mengguyurkan air padanya.”
Dalam mandi junub tidak
disebutkan “menggosok-gosok dengan keras”. Hal ini menunjukkan bedanya
mandi junub dan mandi karena haidh/nifas.
Ketiga: Ketika mandi sesuai masa haidh, seorang wanita
disunnahkan membawa kapas atau potongan kain untuk mengusap tempat keluarnya
darah guna menghilangkan sisa-sisanya. Selain itu, disunnahkan mengusap bekas
darah pada kemaluan setelah mandi dengan minyak misk atau parfum lainnya. Hal
ini dengan tujuan untuk menghilangkan bau yang tidak enak karena bekas darah
haidh.
Perlukah Berwudhu Seusai
Mandi?
Cukup kami bawakan dua
riwayat tentang hal ini,
عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ
النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ لاَ يَتَوَضَّأُ بَعْدَ الْغُسْلِ
Dari ‘Aisyah, ia
berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak berwudhu setelah selesai
mandi.” (HR. Tirmidzi no. 107, An Nasai no. 252, Ibnu Majah no. 579, Ahmad
6/68. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Sebuah riwayat dari Ibnu
‘Umar,
سُئِلَ عَنِ الْوُضُوءِ
بَعْدَ الْغُسْلِ؟ فَقَالَ:وَأَيُّ وُضُوءٍ أَعَمُّ مِنَ الْغُسْلِ؟
Beliau ditanya mengenai
wudhu setelah mandi. Lalu beliau menjawab, “Lantas wudhu yang mana lagi yang
lebih besar dari mandi?” (HR. Ibnu Abi Syaibah secara marfu’ dan mauquf
Abu Bakr Ibnul
‘Arobi berkata, “Para ulama tidak berselisih pendapat bahwa wudhu
telah masuk dalam mandi.” Ibnu Baththol juga telah menukil adanya ijma’
(kesepakatan ulama) dalam masalah ini.
Penjelasan ini adalah
sebagai alasan yang kuat bahwa jika seseorang sudah berniat untuk mandi wajib,
lalu ia mengguyur seluruh badannya dengan air, maka setelah mandi ia tidak
perlu berwudhu lagi, apalagi jika sebelum mandi ia sudah berwudhu.
0 Comments