Syirik dalam hal Mahabbah (Cinta) merupakan rekaman ceramah agama dan kajian Islam ilmiah yang disampaikan oleh Ustadz Abu Haidar As-Sundawy dalam pembahasan Kitab Al-Irsyad Ila Shahihil I’tiqad karya Syaikh Shalih
Kajian Tentang Syirik dalam perihal Mahabbah (Cinta) – Kitab Al-Irsyad Ila Shahihil I’tiqad
Sudah kami terangkan bahwa rasa khauf atau kuatir kepada Allah harus dibarengi bersama rasa mahabbah kepada Allah. Takut itu harus disandingkan bersama terdapatnya rasa cinta kepada Allah. Sudah kami terangkan dalam bab asma’ dan sifat, bahwa rasa kuatir kepada Allah ini lahir dari pemahaman tentang beberapa pembawaan Allah. Allah itu Maha Melihat, Mengetahui, Maha Mengawasi, Allah itu Maha Mendengar, Allah itu mencatatkan semua amal yang ditunaikan oleh manusia bersama memerintahkannya kepada malaikat yang ditugaskan untuk itu. Maka keyakinan tentang perihal ini memicu kami waspada, hati-hati, cemas lakukan kemaksiatan yang pasti diamati oleh Allah.
Seluruh dosa dan kemaksiatan itu pasti dibalas sekecil apapun.
فَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ ﴿٧﴾ وَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ ﴿٨﴾
“Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia bakal lihat (balasan)nya.Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia bakal lihat (balasan)nya pula.” (QS. Az-Zalzalah[99]: 7-8)
Sekecil apa pun kebaikan, keburukan, dibalas. Tidak tersedia yang terlewatkan. Dan jikalau Allah membalas, balasan adzab Allah dahsyat.
أَنَّ اللَّـهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
“bahwa sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya” (QS. Al-Maidah[5]: 98)
Dari semua itu lahir cemas kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Semakin mengenal Allah, makin besar rasa takut. Karena pengetahuannya mengenai Allah, sebab ilmunya mengenai Allah. Makanya Allah menyatakan:
إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ
“Sesungguhnya yang cemas kepada Allah di pada hamba-hamba-Nya, cuman orang-orang yang berilmu. ” (QS. Al-Fatir[35]: 28)
Selain takut, terhitung pasti kudu tersedia rasa cinta. Cinta ini lahir sebab mengenal beberapa sifat Allah Yang lainnya layaknya Allah itu Rahman dan Rahim, Allah itu Maha Pengampun, Allah itu Maha Pemberi, Allah itu Dermawan, semua sifat-sifat Allah yang tadi membawa dampak kita mencintai Allah. Karena kebaikan Allah yang tak terhingga. Takut ada, cinta terhitung ada.
Takut dan cinta dua hal yang kudu dimiliki. Kalau cuma cemas saja maka berbahaya. Hanya berbekal rasa cemas kepada Allah adalah pokok ajaran orang orang Khawarij. Sedangkan cinta adalah asal dan poros berasal dari ajaran agama ini. Maka dikala cinta seorang hamba kepada Allah sempurna, sempurnalah keislaman orang itu dan seumpama berkurang, menyusut pula keislaman orang itu.
Pertama, Al-Mahabbah Al-Mukhtashar, cinta yang spesifik yang hanya boleh ditujukan kepada Allah, tidak boleh ditujukan kepada sesama makhluk. Termasuk makhluk tersebut adalah para malaikat, para Nabi, baik yang masih ada atau yang telah meninggal.
Cinta yang spesifik ini tidak boleh diberikan kepada mereka. Hanya spesifik untuk Allah. Ini yang disebut dengan Mahabbah Al-Ubudiyah. Mahabbah yang berbentuk penghambaan kepada Allah, cinta yang melahirkan pengagungan kepada Allah, membawa dampak merasa diri hina, rendah di hadapan Allah ‘Azza wa Jalla dan membawa dampak lahirnya ketaatan yang mutlak kepada Allah. Ini yang disebut dengan Mahabbah Al-Ubudiyah, mahabbah yang berbentuk penghambaan, mahabbah yang berbentuk ibadah, mahabbah yang melahirkan pengagungan kepada Allah, merasa hina, rendah dan benar-benar benar-benar tak ada berarti di hadapan Allah, lantas taat. Lebih menomorsatukan perintah yang dicintaiNya daripada yang lainnya. Ini spesifik kepada Allah. Kepada sesama makhluk tidak boleh ada pengagungan. Termasuk kepada para malaikat, kepada para Nabi, apalagi orang-orang biasa.
Mahabbah yang melahirkan pengagungan, mahabbah yang melahirkan menghinakan diri dihadapan orang tersebut, ini tidak boleh. Ini mahabbah yang pertama. Dan mahabbah ini yang kita bakal bahas.
Kedua, disebut Mahabbah Musytarakah. Ini mahabbah yang bisa dibagi. Mahabbah yang tidak tercela untuk kita berbagi ke sesama makhluk. Bahkan kadangkala kudu dan wajib. Seperti cinta seorang anak kepada orang tuanya, cinta orang tua kepada anaknya, cinta kepada saudara kandungnya. Itu tidaklah terlarang. Bahkan bagus.
Umpamanya cinta kepada sesama muslim yang diwajibkan oleh Allah ‘Azza wa Jalla. Tidak boleh ada rasa benci, memusuhi, dengki, apalagi cinta kepada sesama muslim itu kuncinya masuk surga dan tidak benar satu bukti ada iman kepada Allah. Berkata Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam hadits riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim beliau bersabda:
لَا تَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوا، وَلَا تُؤْمِنُوا حَتَّى تَحَابُّوا
“Kalian tidak bakal bisa masuk surga sebelum saat kalian beriman dan kalian tidak dikatakan beriman sebelum saat kalian saling mencintai.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Keistimewaan dan Keutamaan Puasa
Harus ada cinta layaknya ini. Cinta layaknya ini adalah cinta yang tidak melahirkan pengagungan kepada yang dicintainya. Cinta kepada sesama Muslim tidak boleh sampai mengagungkan saudara kita sesama Muslim. Cinta kepada orang tua tidak boleh sampai kultus kepada orang tua. Cinta layaknya ini tidak boleh melahirkan sikap merendahkan diri, merasa hina di hadapan orang tersebut.
Cinta layaknya ini cinta yang keberadaannya tidak membawa dampak terjerumus kedalam kelakuan syirik. Dibolehkan, apalagi tadi diharuskan untuk hal-hal tertentu.
Tetapi kalau suatu sementara berbenturan antara mahabbah khashah dengan mahabbah musytarakah, kudu didahulukan mahabbah khashah. Kalau berbenturan antara cinta kepada Allah dengan cinta kepada sesama makhluk, halus dahulukan cinta kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Mahabbah khashah inilah yang disebutkan oleh Allah dalam Al-Qur’an Al-Karim surah Al-Baqarah 165. Allah berfirman:
وَمِنَ النَّاسِ مَن يَتَّخِذُ مِن دُونِ اللَّـهِ أَندَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّـهِ
“Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan tak sekedar Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah.” (QS. Al-Baqarah[2]: 165)
Disamakan, kepada Allah cinta tetapi kepada tak sekedar Allah yang mereka sembah terhitung cinta. Padahal kata Allah:
وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِّلَّـهِ
“Adapun orang-orang yang beriman benar-benar benar-benar cintanya kepada Allah.” (QS. Al-Baqarah[2]: 165)
Berkat Al-Imam Ibnul Qayyim Rahimahullah dalam kitab Madarijus Salikin kala menerangkan ayat ini. Kata beliau, “Di dalam ayat ini Allah memberitakan bahwa siapa orang yang mencintai sesuatu tak sekedar Allah layaknya dia mencintai Allah berarti orang itu telah menjadikan tandingan bagi Allah dalam hal cinta dan mengagungkan.”
Jadi kecintaan kepada yang lain tidak boleh menyemai kecintaan kepada Allah. Berkata Imam Ibnu Katsir Rahimahullah dalam kitab tafsirnya bahwa di dalam ayat ini Allah menerangkan situasi orang-orang yang musyrik di dunia dan menerangkan adzab yang Allah bakal timpakan kepada mereka di akhirat. Ketika orang musyrik menjadikan tandingan bagi Allah berbentuk sesembahan, berbentuk patung-patung, mereka mencintai patung-patung sesembahan itu layaknya mereka mencintai Allah. Maknanya mereka menyamakan patung sesembahan dengan Allah dalam hal cinta dan pengagungan. Seperti yang kita telah jelaskan, orang Musyrik terhitung menyembah kepada Allah dengan langkah mereka sendiri. Kenapa disebut Musyrik? Karena tak sekedar menyembah kepada Allah, mereka terhitung mempunyai sesembahan yang lain. Mereka menyamakan cinta mereka kepada sesembahan layaknya cinta mereka kepada Allah, mengagungkan sesembahan layaknya pengagungan mereka kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Ini pula yang ditegaskan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah. Kata beliau, Allah menceritakan penyamaan yang mereka melakukan dalam hal cinta. Cinta kepada Allah, juga cinta kepada berhala bersama dengan kandungan kecintaan yang sama. Ini diterangkan oleh Allah dalam surah Asy-Syu’ara ayat 97-98, berkata orang-orang musyrik nanti di akhirat:
تَاللَّـهِ إِن كُنَّا لَفِي ضَلَالٍ مُّبِينٍ ﴿٩٧﴾ إِذْ نُسَوِّيكُم بِرَبِّ الْعَالَمِينَ ﴿٩٨﴾
“Demi Allah, dulu kita terlampau dalam kesesatan yang nyata. Karena kita dahulu dikala di dunia menyamakan kalian (berhala-berhala) bersama dengan Allah Rabbul ‘Alamin.” (QS. Asy-Syu’ara[26]: 97-98)
Disamakan, juga dalam hal mahabbah. Adapun makna atau tafsiran ayat:
وَالَّذِينَ آمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِّلَّـهِ
“Adapun orang-orang yang beriman terlampau terlampau cintanya kepada Allah.” (QS. Al-Baqarah[2]: 165)
Maknanya, lebih besar dibanding kecintaan para penyembah berhala kepada tandingan-tandingan yang mereka jadikan sekutu bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Mereka cinta kepada berhala-berhala, mereka mereka juga cinta kepada Allah, disamakan. Adapun orang beriman, kandungan kecintaannya kepada Allah jauh lebih besar, lebih hebat, lebih kuat dibanding kecintaan orang-orang musyrik kepada berhala atau kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Ini makna berasal dari ayat tersebut. Sudah juga kita terangkan bahwa mahabbah kepada Allah yang disebut bersama dengan mahabbah Al-Ubudiyah, perlu didahulukan dibanding mahabbah musytarokah. Seperti mencintai orang tua, anak-anak, istri atau suami, mencintai harta, mencintai sahabat, mencintai semua itu tidaklah terlarang. Bahkan harus. Tapi kecintaan kita kepada mereka tidak boleh lebih besar daripada cinta kita kepada Allah.
Siapa yang lebih mencintai makhluk, baik itu orang tua, anak-anak, pasangan hidup, bahkan harta, dibanding kecintaan kepada Allah, Allah dapat turunkan adzab. Allah ancam di dalam Al-Qur’an, surah At-Taubah ayat ke-24:
قُلْ إِن كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُم مِّنَ اللَّـهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّىٰ يَأْتِيَ اللَّـهُ بِأَمْرِهِ ۗ وَاللَّـهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ ﴿٢٤﴾
“Katakanlah: “jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang anda usahakan, perniagaan yang anda khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang anda sukai, adalah lebih anda cintai berasal dari Allah dan Rasul-Nya dan berasal dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya”. Dan Allah tidak memberi panduan kepada orang-orang yang fasik.” (QS. At-Taubah[9]: 24)
Dalam ayat ini Allah mengancam orang-orang yang lebih mendahulukan kecintaan bersama dengan cinta kepada sesama makhluk daripada cinta kepada Allah dan rasulNya. Mencintai amalan-amalan yang lebih disukai oleh hawa nafsunya daripada mencintai amalan-amalan yang dicintai oleh Allah dan rasulNya. Ada ancaman untuk itu. Dan ini menyatakan terlarangnya mencintai sesama makhluk bersama dengan kandungan melebihi cintanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Indikator Mencintai Allah
Adakah isyarat atau indikator seseorang mencintai Allah Subhanahu wa Ta’ala? Ada indikator orang yang diakui mencintai Allah Subhanahu wa Ta’ala:
Pertama, orang yang mencintai Allah bersama dengan kandungan yang lebih besar, dia dapat lebih mendahulukan apa yang dicintai oleh Allah, amalan yang dicintai oleh Allah daripada amalan yang disukai oleh dirinya sendiri berwujud syahwat, berwujud kelezatan dunia, harta, anak-anak, bahkan tempat tinggal.
Seperti contoh, orang yang tengah berniaga umpamanya. Ketika dagang banyak pembeli, berkunjung kala shalat, adzan berkumandang, kala sholatnya tetap panjang. Jiwa kita lebih menyukai melayani pedagang, dikarenakan jiwa kita lebih mencintai apa harta. Tapi Allah lebih mencintai kita untuk shalat, segera ke masjid, tinggalkan itu, penuhi panggilan Allah ‘Azza wa Jalla.
Rezeki mah tidak dapat ketuker, rezeki tidak dapat keliru alamat. Allah yang ngatur rezeki. Tidak didapat berasal dari hasil penjualan kala dzuhur, Allah buka kran rezeki berasal dari faktor lain yang tidak kita duga.
0 Comments