Berbicara tentang sejarah, pada
umumnya generasi-generasi muda kita ini masih kurang sadar akan sejarah dan
sampai beranggapan bahwa sejarah itu tidaklah penting. Nyatanya, negara kita
yang mayoritas beragama Islam tak bisa dilepaskan dari sejarah. Islam muncul di
Indonesia tidak secara cuma-cuma, melainkan melalui proses yang cukup panjang.
ADVERTISEMENT
Secara terminologis, sejarah
diangkat dari bahasa Arab, syajaratun yang berarti pohon. Secara terminologis
saja, kata ini sudah menggambarkan pendekatan ilmu sejarah yang lebih analogis;
karena memberikan gambaran pertumbuhan peradaban manusia dengan “pohon”, yang
tubuh dari biji kecil menjadi pohon yang besar, rindang, dan berkesinambungan.
Oleh karena itu, untuk dapat menangkap pelajaran, maksud atau pesan-pesan
sejarah di dalamnya, kita memerlukan kemampuan untuk menangkap pesan-pesan yang
tersirat sebagai ibarat.
Indonesia merupakan negara kesatuan
dengan masyarakat yang mayoritas beragama Islam (muslim), dan merupakan negara
dengan mayoritas terbesar ummat muslim di dunia. Berdasarkan data dari Sensus
Penduduk pada tahun 2010 menunjukkan bahwa 87,18 % atau 207 juta jiwa dari
total 238 juta jiwa penduduk Indonesia beragama Islam. Walaupun Islam adalah
agama mayoritas, tetapi negara kita ini tidak berasaskan Islam.
ADVERTISEMENT
Pada tulisan ini, saya akan membahas
seputar sejarah bagaimana agama islam bisa masuk dan berkembang di Indonesia
sampai saat ini.
Tiga Teori Masuknya Islam ke
Indonesia
Terdapat tiga teori tentang masuknya
agama Islam ke Indonesia yakni Teori Gujarat, Teori Makkah, dan Teori Persia.
Ketiga teori tersebut, saling mengemukakan perspektif kapan masuknya Islam,
asal negara, penyebar atau pembawa Islam ke Indonesia.
Ketiga teori ini pun sebenarnya
tidak membicarakan masuknya agama Islam ke tiap pulau-pulau di Indonesia,
melainkan hanya menganalisis masuknya agama Islam ke Sumatera dan Jawa, karena
kedua wilayah ini merupakan sampel untuk wilayah Indonesia lainnya. Dengan kata
lain, masuknya agama Islam ke pulau tersebut menentukan perkembangan Islam ke
pulau lainnya. Berikut ini adalah ketiga teori tersebut:
Teori Gujarat mengatakan bahwa
proses kedatangan Islam ke Indonesia berasal dari Gujarat pada abad ke-7 H atau
abad ke-13 M. Gujarat ini terletak di India bagian barat, berdekatan dengan
Laut Arab.
Tokoh yang menyosialisasikan teori
ini kebanyakan adalah sarjana dari Belanda. Sarjana pertama yang mengemukakan
teori ini adalah J. Pijnapel dari Universitas Leiden pada abad ke-19.
Menurutnya, orang-orang Arab bermazhab Syafei telah bermukim di Gujarat dan
Malabar sejak awal Hijriyyah (abad ke7 Masehi), namun yang menyebarkan Islam ke
Indonesia menurut Pijnapel bukanlah dari orang Arab langsung, melainkan
pedagang Gujarat yang telah memeluk Islam dan berdagang ke dunia timur,
termasuk Indonesia.
Dalam perkembangan selanjutnya,
teori Pijnapel ini diamini dan disebarkan oleh seorang orientalis terkemuka
Belanda, Snouck Hurgronje. Menurutnya, Islam telah lebih dulu berkembang di
kota-kota pelabuhan Anak Benua India.
Orang-orang Gujarat telah lebih awal
membuka hubungan dagang dengan Indonesia dibanding dengan pedagang Arab. Dalam
pandangan Hurgronje, kedatangan orang Arab terjadi pada masa berikutnya.
Orang-orang Arab yang datang ini kebanyakan adalah keturunan Nabi Muhammad yang
menggunakan gelar “sayid” atau “syarif ” di depan namanya.
Teori Gujarat kemudian juga
dikembangkan oleh J.P. Moquetta (1912) yang memberikan argumentasi dengan batu
nisan Sultan Malik Al-Saleh yang wafat pada tanggal 17 Dzulhijjah 831 H/1297 M
di Pasai, Aceh. Menurutnya, batu nisan di Pasai dan makam Maulanan Malik
Ibrahim yang wafat tahun 1419 di Gresik, Jawa Timur, memiliki bentuk yang sama
dengan nisan yang terdapat di Kambay, Gujarat.
Moquetta akhirnya berkesimpulan
bahwa batu nisan tersebut diimpor dari Gujarat, atau setidaknya dibuat oleh
orang Gujarat atau orang Indonesia yang telah belajar kaligrafi khas Gujarat.
Alasan lainnya adalah kesamaan mazhab Syafi’i yang di anut masyarakat muslim di
Gujarat dan Indonesia.
Dalam perkembangannya, teori Gujarat
dibantah oleh banyak ahli. Bukti-bukti yang lebih akurat seperti berita dari
Arab, Persia, Turki, dan Indonesia memperkuat keterangan bahwa Islam masuk di
Indonesia bukan dibawa pedagang Gujarat.
Sejarawan Azyumardi Azra menjelaskan
bahwa Gujarat dan kota-kota di anak benua India hanya tempat persinggahan bagi
pedagang Arab sebelum melanjutkan perjalanan ke Asia Tenggara dan Asia Timur.
Selain itu, pada abad XII-XIII Masehi wilayah Gujarat masih dikuasai pengaruh
Hindu yang kuat.
Dari berbagai argumen teori Gujarat
yang dikemukakan oleh beberapa sejarawan, ahli antropologi, dan ahli ilmu
politik, analisis mereka terlihat Hindu Sentris, karena beranggapan bahwa
seluruh perubahan sosial, politik, ekonomi, budaya dan agama di Indonesia tidak
mungkin terlepas dari pengaruh India.
Teori Gujarat ini tentu terdapat
kelemahannya, bila dibandingkan dengan Teori Makkah. Untuk mengetahui lebih
lanjut, di bawah ini akan dibahas tentang pandangan Teori Makkah.
2. Teori Makkah
Teori Makkah mengatakan bahwa proses
masuknya Islam ke Indonesia adalah langsung dari Makkah atau Arab. Proses ini
berlangsung pada abad pertama Hijriah atau abad ke-7 M. Tokoh yang
memperkenalkan teori ini adalah Haji Abdul Karim Amrullah atau HAMKA, salah
seorang ulama sekaligus sastrawan Indonesia.
Hamka mengemukakan pendapatnya ini
pada tahun 1958, saat orasi yang disampaikan pada dies natalis Perguruan Tinggi
Islam Negeri (PTIN) di Yogyakarta. Ia menolak seluruh anggapan para sarjana
Barat yang mengemukakan bahwa Islam datang ke Indonesia tidak langsung dari
Arab. Bahan argumentasi yang dijadikan bahan rujukan HAMKA adalah sumber lokal
Indonesia dan sumber Arab.
Menurutnya, motivasi awal kedatangan
orang Arab tidak dilandasi oleh nilai nilai ekonomi, melainkan didorong oleh
motivasi spirit penyebaran agama Islam. Dalam pandangan Hamka, jalur
perdagangan antara Indonesia dengan Arab telah berlangsung jauh sebelum tarikh
masehi.
Dalam hal ini, teori HAMKA merupakan
sanggahan terhadap Teori Gujarat yang banyak kelemahan. Ia malah curiga
terhadap prasangka-prasangka penulis orientalis Barat yang cenderung memojokkan
Islam di Indonesia.
Penulis Barat, kata HAMKA, melakukan
upaya yang sangat sistematik untuk menghilangkan keyakinan negeri-negeri Melayu
tentang hubungan rohani yang mesra antara mereka dengan tanah Arab sebagai
sumber utama Islam di Indonesia dalam menimba ilmu agama.
Dalam pandangan HAMKA, orang-orang
Islam di Indonesia mendapatkan Islam dari orang- orang pertama (orang Arab),
bukan dari hanya sekadar perdagangan. Pandangan HAMKA ini hampir sama dengan
Teori Sufi yang diungkapkan oleh A.H. Johns yang mengatakan bahwa para
musafirlah (kaum pengembara) yang telah melakukan islamisasi awal di Indonesia.
Kaum Sufi biasanya mengembara dari satu tempat ke tempat lainnya untuk
mendirikan kumpulan atau perguruan tarekat.
Terdapat fakta menarik dalam hal
pelayaran bangsa Arab yang ditulis oleh T.W. Arnold. Dinyatakan bahwa bangsa
Arab sejak abad ke-2 sebelum Masehi telah menguasai perdagangan di Ceylon. Jika
kita hubungkan dengan penjelasan kepustakaan Arab Kuno yang menyebutkan Al-Hind
berarti India atau pulau-pulau sebelah timurnya sampai ke Cina, dan Indonesia
pun disebut sebagai pulau-pulau Cina, besar kemungkinan pada abad ke-2 SM
bangsa Arab telah sampai ke Indonesia.
Hanya penyebutannya sebagai
pulau-pulau Cina atau Al-Hind. Bila memang benar telah ada hubungan antara
bangsa Arab dengan Indonesia sejak abad ke-2 SM, maka bangsa Arab merupakan
bangsa asing pertama yang datang ke Nusantara.
Teori Persia mengatakan bahwa proses
kedatangan Islam ke Indonesia berasal dari daerah Persia atau Parsi (kini
Iran). Pencetus dari teori ini adalah Hoesein Djajadiningrat, sejarawan asal
Banten. Dalam memberikan argumentasinya, Hoesein lebih menitikberatkan
analisisnya pada kesamaan budaya dan tradisi yang berkembang antara masyarakat
Parsi dan Indonesia.
Kesamaan budaya ini dapat dilihat
pada masyarakat Islam Indonesia antara lain:
peringatan 10 Muharram atau Asyura
sebagai sebagai hari suci kaum Syiah atas kematian Husein bin Ali, cucu Nabi
Muhammad, seperti yang berkembang dalam tradisi tabut di Pariaman di Sumatera
Barat. Istilah “tabut” (keranda) diambil dari bahasa Arab yang ditranslasi
melalui bahasa Parsi.
- Kedua, Tradisi lainnya adalah ajaran mistik yang banyak kesamaan, misalnya antara ajaran Syekh Siti Jenar dari Jawa Tengah dengan ajaran sufi Al-Hallaj dari Persia. Bukan kebetulan, keduanya mati dihukum oleh penguasa setempat karena ajaran-ajarannya dinilai bertentangan dengan ketauhidan Islam (murtad) dan membahayakan stabilitas politik dan sosial.
- Ketiga, penggunaan istilah bahasa Iran dalam sistem mengeja bahasa Arab, untuk tanda-tanda bunyi harakat dalam pengajian Al-Qur’an tingkat awal. Huruf Sin yang ridak bergigi berasal dari Persia, sedangkat Sin bergigi berasal dari Arab.
- Keempat, nisan pada makam Malikus Saleh (1297) dan makam Malik Ibrahim (1419) di Gresik dipesan dari Gujarat. Dalam hal ini, Teori Persia memiliki kesamaan mutlak dengan teori Gujarat.
- Kelima, Alasan lain yang dikemukakan Hoesein yang sejalan dengan teori Moquetta, yaitu ada kesamaan seni kaligrafi pahat pada batu-batu nisan yang dipakai di kuburan Islam awal di Indonesia. Kesamaan lain adalah bahwa umat Islam Indonesia menganut mazhab Syafei, sama seperti kebanyak muslim di Iran.
Namun, teori ini sukar untuk
diterima oleh K.H. Saifuddin Zuhri sebagai salah satu peserta seminar (1963).
Alasan yang dikemukakannya adalah jika kita berpedoman kepada masuknya agama
Islam ke Indonesia pada abad ke-7, hal ini berarti terjadi pada masa kekuasaan
Khalifah Ummayah. Saat itu kepemimpinan Islam di bidang politik, ekonomi, dan
kebudayaan berada di tangan bangsa Arab, sedangkan pusat pergerakan Islam
berkisar di Makkah, Madinah, Damaskus, dan Baghdad, Jadi belum mungkin Persia
menduduki kepemimpinan dunia Islam.
Dari uraian di atas dapat kita lihat
perbedaan dan persamaan ketiga teori Gujarat, Makkah, dan Persia sebagai
berikut:
Antara Teori Gujarat dan Persia
terdapat kesamaan pandangan mengenai masuknya agama Islam ke Indonesia yang
berasal dari Gujarat. Perbedaannya terletak pada teori Gujarat yang melihat
ajaran agama Islam mempunyai kesamaan ajaran dengan Mistik di India, sedangkan
teori Persia memandang adanya kesamaan ajaran sufi di Indonesia dengan di
Persia. Gujarat dipandangnya sebagai daerah yang dipengaruhi oleh Persia, dan
menjadi tempat singgah ajaran Syi’ah ke Indonesia.
Dalam hal memandang Gujarat sebagai
tempat singgah bukan pusat, sependapat dengan Teori Makkah. Tetapi teori Makkah
memandang Gujarat sebagai tempat singgah perjalanan perdagangan laut antara
Indonesia dengan Timur Tengah, sedangkan ajaran Islam diambilnya dari Makkah
atau dari Mesir.
Walaupun dari ketiga teori ini tidak
dapat titik temu, namun mempunyai persamaan pandangan yakni Islam sebagai agama
yang dikembangkan di Indonesia melalu jalan damai.
Itulah tulisan saya kali ini, semoga
bermanfaat, semua tulisan yang saya sampaikan tergantung anda memandangnya dan
itulah hak anda. Terima kasih sudah membaca tulisan ini yang jauh dari kata
sempurna ini.
0 Comments