![]() |
Add caption |
Yang dimaksud dengan
rukun shalat adalah setiap perkataan atau perbuatan yang akan membentuk hakikat
shalat. Jika salah satu rukun ini tidak ada, maka shalat pun tidak teranggap
secara syar’i dan juga tidak bisa diganti dengan sujud sahwi.
Meninggalkan rukun
shalat ada dua bentuk.
Pertama: Meninggalkannya dengan sengaja. Dalam kondisi
seperti ini shalatnya batal dan tidak sah dengan kesepakatan para ulama.
Kedua: Meninggalkannya karena lupa atau tidak tahu.
Di sini ada tiga rincian,
- Jika mampu untuk mendapati rukun tersebut lagi, maka wajib untuk melakukannya kembali. Hal ini berdasarkan kesepakatan para ulama.
- Jika tidak mampu mendapatinya lagi, maka shalatnya batal menurut ulama-ulama Hanafiyah. Sedangkan jumhur ulama (mayoritas ulama) berpendapat bahwa raka’at yang ketinggalan rukun tadi menjadi hilang.
- Jika yang ditinggalkan adalah takbiratul ihram, maka shalatnya harus diulangi dari awal lagi karena ia tidak memasuki shalat dengan benar.
Rukun pertama: Berdiri bagi yang mampu
Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
صَلِّ قَائِمًا ، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَقَاعِدًا ، فَإِنْ لَمْ
تَسْتَطِعْ فَعَلَى جَنْبٍ
“Shalatlah dalam
keadaan berdiri. Jika tidak mampu, kerjakanlah dalam keadaan duduk. Jika tidak
mampu lagi, maka kerjakanlah dengan tidur menyamping.”
Rukun kedua: Takbiratul ihram
Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
مِفْتَاحُ الصَّلاَةِ الطُّهُورُ وَتَحْرِيمُهَا التَّكْبِيرُ
وَتَحْلِيلُهَا التَّسْلِيمُ
“Pembuka shalat
adalah thoharoh (bersuci). Yang mengharamkan dari hal-hal di luar shalat adalah
ucapan takbir. Sedangkan yang menghalalkannya kembali adalah ucapan salam.
”
Yang dimaksud dengan
rukun shalat adalah ucapan
takbir “Allahu Akbar”. Ucapan takbir ini tidak bisa digantikan dengan ucapakan
selainnya walaupun semakna.
Rukun ketiga: Membaca Al Fatihah di Setiap Raka’at
Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ صَلاَةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ
“Tidak ada shalat
(artinya tidak sah) orang yang tidak membaca Al Fatihah.”
Rukun keempat dan kelima: Ruku’ dan thuma’ninah
Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam pernah mengatakan pada orang yang jelek shalatnya (sampai
ia disuruh mengulangi shalatnya beberapa kali karena tidak memenuhi rukun),
ثُمَّ ارْكَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ رَاكِعًا
“Kemudian ruku’lah
dan thuma’ninahlah ketika ruku’.”
Keadaan minimal dalam
ruku’ adalah membungkukkan badan dan tangan berada di lutut.
Sedangkan yang
dimaksudkan thuma’ninah adalah keadaan tenang di mana setiap persendian
juga ikut tenang. Sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
mengatakan pada orang yang jelek shalatnya sehingga ia pun disuruh untuk
mengulangi shalatnya, beliau bersabda,
لاَ تَتِمُّ صَلاَةُ أَحَدِكُمْ حَتَّى يُسْبِغَ … ثُمَّ
يُكَبِّرُ فَيَرْكَعُ فَيَضَعُ كَفَّيْهِ عَلَى رُكْبَتَيْهِ حَتَّى تَطْمَئِنَّ
مَفَاصِلُهُ وَتَسْتَرْخِىَ
“Shalat tidaklah
sempurna sampai salah seorang di antara kalian menyempurnakan wudhu, … kemudian
bertakbir, lalu melakukan ruku’ dengan meletakkan telapak tangan di lutut
sampai persendian yang ada dalam keadaan thuma’ninah dan tenang.”
Ada pula ulama yang
mengatakan bahwa thuma’ninah adalah sekadar membaca dzikir yang wajib dalam
ruku’.
Rukun keenam dan ketujuh: I’tidal setelah ruku’ dan thuma’ninah
Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam mengatakan pada orang yang jelek shalatnya,
ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَعْتَدِلَ قَائِمًا
“Kemudian tegakkanlah
badan (i’tidal) dan thuma’ninalah.”
Rukun kedelapan dan kesembilan: Sujud dan thuma’ninah
Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam mengatakan pada orang yang jelek shalatnya,
ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا
“Kemudian sujudlah
dan thuma’ninalah ketika sujud.”
Hendaklah sujud
dilakukan pada tujuh bagian anggota badan: [1,2] Telapak tangan kanan dan kiri,
[3,4] Lutut kanan dan kiri, [5,6] Ujung kaki kanan dan kiri, dan [7] Dahi
sekaligus dengan hidung.
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
أُمِرْتُ أَنْ أَسْجُدَ عَلَى سَبْعَةِ أَعْظُمٍ عَلَى الْجَبْهَةِ –
وَأَشَارَ بِيَدِهِ عَلَى أَنْفِهِ – وَالْيَدَيْنِ ، وَالرُّكْبَتَيْنِ
وَأَطْرَافِ الْقَدَمَيْنِ
“Aku diperintahkan
bersujud dengan tujuh bagian anggota badan: [1] Dahi (termasuk juga hidung,
beliau mengisyaratkan dengan tangannya), [2,3] telapak tangan kanan dan kiri,
[4,5] lutut kanan dan kiri, dan [6,7] ujung kaki kanan dan kiri. ”
Rukun kesepuluh dan kesebelas: Duduk di antara dua sujud dan
thuma’ninah
Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا ، ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى
تَطْمَئِنَّ جَالِسًا ، ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا
“Kemudian sujudlah
dan thuma’ninalah ketika sujud. Lalu bangkitlah dari sujud dan thuma’ninalah
ketika duduk. Kemudian sujudlah kembali dan thuma’ninalah ketika sujud.”
Rukun keduabelas dan ketigabelas: Tasyahud akhir dan duduk tasyahud
Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
فَإِذَا قَعَدَ أَحَدُكُمْ فِى الصَّلاَةِ فَلْيَقُلِ التَّحِيَّاتُ
لِلَّهِ …
“Jika salah seorang
antara kalian duduk (tasyahud) dalam shalat, maka ucapkanlah “at tahiyatu
lillah …”.”
Bacaan tasyahud:
التَّحِيَّاتُ لِلَّهِ وَالصَّلَوَاتُ وَالطَّيِّبَاتُ ، السَّلاَمُ
عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِىُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ ، السَّلاَمُ
عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ
إِلاَّ اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ
“At tahiyaatu lillah
wash sholaatu wath thoyyibaat. Assalaamu ‘alaika ayyuhan nabiyyu wa
rohmatullahi wa barokaatuh. Assalaamu ‘alaina wa ‘ala ‘ibadillahish sholihiin.
Asy-hadu an laa ilaha illallah, wa asy-hadu anna muhammadan ‘abduhu wa rosuluh.”
(Segala ucapan penghormatan hanyalah milik Allah, begitu juga segala shalat dan amal
shalih. Semoga kesejahteraan tercurah kepadamu, wahai Nabi, begitu juga rahmat
Allah dengan segenap karunia-Nya. Semoga kesejahteraan terlimpahkan kepada kami
dan hamba-hamba Allah yang shalih. Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang
berhak disembah dengan benar selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad
adalah hamba dan Rasul-Nya)
Apakah bacaan tasyahud “assalamu
‘alaika ayyuhan nabi” perlu diganti dengan bacaan “assalaamu ‘alan nabi”?
Al Lajnah Ad Da-imah
(Komisi Fatwa di Saudi Arabia) pernah ditanya,
“Dalam tasyahud apakah
seseorang membaca bacaan “assalamu ‘alaika ayyuhan nabi” atau
bacaan “assalamu ‘alan nabi”? ‘Abdullah bin Mas’ud pernah mengatakan
bahwa para sahabat dulunya sebelum Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat,
mereka mengucapkan “assalamu ‘alaika ayyuhan nabi”. Namun setelah beliau wafat,
para sahabat pun mengucapkan “assalamu ‘alan nabi”.
Jawab:
Yang lebih tepat,
seseorang ketika tasyahud dalam shalat mengucapkan
“assalamu ‘alaika ayyuhan nabi wa rohmatullahi wa barokatuh”. Alasannya, inilah
yang lebih benar yang berasal dari berbagai hadits. Adapun riwayat Ibnu Mas’ud
mengenai bacaan tasyahud yang mesti diganti setelah Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam wafat –jika memang itu benar riwayat yang shahih-, maka itu
hanyalah hasil ijtihad Ibnu Mas’ud dan tidak bertentangan dengan hadits-hadits
shahih yang ada. Seandainya ada perbedaan hukum bacaan antara sebelum Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam wafat dan setelah beliau wafat, maka pasti Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam sendiri yang akan menjelaskannya pada para sahabat.
(Yang menandatangani
fatwa ini adalah Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz sebagai Ketua, Syaikh ‘Abdur Rozaq
‘Afifi sebagai Wakil Ketua, Syaikh ‘Abdullah bin Qu’ud dan ‘Abdullah bin
Ghodyan sebagai anggota)
Rukun keempatbelas: Shalawat kepada Nabi setelah mengucapkan
tasyahud akhir
Dalilnya adalah hadits
Fudholah bin ‘Ubaid Al Anshoriy. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
pernah mendengar seseorang yang berdo’a dalam shalatnya tanpa menyanjung Allah
dan bershalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu beliau
mengatakan, “Begitu cepatnya ini.” Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam mendo’akan orang tadi, lalu berkata padanya dan lainnya,
إذا صلى أحدكم فليبدأ بتمجيد الله والثناء عليه ثم يصلي على النبي
صلى الله عليه وسلم ثم يدعو بعد بما شاء
“Jika salah seorang
di antara kalian hendak shalat, maka mulailah dengan menyanjung dan memuji
Allah, lalu bershalawatlah kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu
berdo’a setelah itu semau kalian.”
Bacaan shalawat yang
paling bagus adalah sebagai berikut.
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ ، كَمَا
صَلَّيْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ ، اللَّهُمَّ بَارِكْ
عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ
، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ
“Allahumma sholli
‘ala Muhammad wa ‘ala aali Muhammad kamaa shollaita ‘ala Ibroohim wa ‘ala aali
Ibrohim, innaka hamidun majiid. Allahumma baarik ‘ala Muhammad wa ‘ala aali
Muhammad kamaa barrokta ‘ala Ibrohim wa ‘ala aali Ibrohimm innaka hamidun
majiid.”
Rukun kelimabelas: Salam
Dalilnya hadits yang
telah disebutkan di muka,
مِفْتَاحُ الصَّلاَةِ الطُّهُورُ وَتَحْرِيمُهَا التَّكْبِيرُ
وَتَحْلِيلُهَا التَّسْلِيمُ
“Yang mengharamkan
dari hal-hal di luar shalat adalah ucapan takbir. Sedangkan yang menghalalkannya
kembali adalah ucapan salam. ”
Yang termasuk dalam
rukun di sini adalah salam yang pertama. Inilah pendapat ulama Syafi’iyah,
Malikiyah dan mayoritas ‘ulama.
Model salam ada empat:
- Salam ke kanan “Assalamu ‘alaikum wa rohmatullah”, salam ke kiri “Assalamu ‘alaikum wa rahmatullah”.
- Salam ke kanan “Assalamu ‘alaikum wa rohmatullah wa barokatuh”, salam ke kiri “Assalamu ‘alaikum wa rahmatullah”.
- Salam ke kanan “Assalamu ‘alaikum wa rohmatullah”, salam ke kiri “Assalamu ‘alaikum”.
- Salam sekali ke kanan “Assalamu’laikum”.
Rukun keenambelas: Urut dalam rukun-rukun yang ada
Alasannya karena dalam
hadits orang yang jelek shalatnya, digunakan kata “tsumma“ dalam setiap
rukun. Dan “tsumma” bermakna urutan.
0 Comments