Pendapat Ulama Hukum Mengeluarkan Air Mani dengan Sengaja


Pendapat Ulama Hukum Mengeluarkan Air Mani dengan Sengaja
Sesuai dengan hakikat manusia menurut Islam, termasuk salah satunya adalah fitrah untuk mendapatkan kepuasan seksual, kita terdorong untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut. Tidak ayal kita melakukannya untuk mendapatkan kebahagiaan. Namun Allah melarang kita untuk melampaui batas. Sebagaimana tercantum dalam Al Quran, yang menyatakan bahwa janganlah kita melampaui batas dalam beberapa ayat. Sebut saja misalnya Ar Rahman ayat 8, atau Al-Maidah ayat 58.

أَلَّا تَطْغَوْا فِي الْمِيزَانِ
Supaya kamu jangan melampaui batas tentang neraca itu. (Ar-Rahman: 8)
Salah satu tindakan yang mungkin menjadi masalah dewasa ini pada remaja muslim, atau muslim pada umumnya adalah bagaimana memenuhi dorongan seksual tersebut. Ada yang menikah, menemukan cinta yang sesuai dengan cinta dalam Islam, memilih suami dan istri sesuai dengan kriteria suami dan istri dalam, melakukan tunangan, dan lain sebagainya. Namun ada pula yang melakukan tindakan mengeluarkan air mani dengan sengaja agar tercapailah kepuasan seksual yang dia inginkan di luar jalan-jalan tersebut.
Tetapi apakah onani/masturbasi, atau dengan kata lain mengeluarkan mani dengan sengaja, benar diperbolehkan berdasarkan nilai-nilai Islam? Bolehkah mengeluarkan mani dengan sengaja (onani/masturbasi) itu? Jika tidak, apa yang sebaiknya dilakukan?. Berikut adalah beberapa hukum mengeluarkan air mani dengan sengaja :

Pendapat Ulama

·         Yang Mengharamkan

Ulama yang mengharamkan tentang onani atau masturbasi menyandarkan pendapatnya pada Al-Mu’minun ayat 5-7, yang pada prinsipnya menjelaskan bahwa orang-orang yang tidak menjaga kemaluannya kecuali pada istri atau hamba sahayanya adalah orang-orang yang melampaui batas. Kita tahu bersama bahwa aktivitas seksual termasuk salah satu dari kewajiban, baik kewajiban suami terhadap Istri dalam Islam ataupun kewajiban istri terhadap suami dalam Islam, agar mereka mampu mencapai keluarga yang baik.
Selain itu dalam hadis Rasul pun pernah mengatakan bahwa kepada para pemuda yang bila telah memiliki kemampuan maka menikahlah karena itu menjaga pandangan dan kemaluan, sementara bagi yang belum mampu maka berpuasalah karena puasa itu sebagai pelindung. Lihat misalnya pada Shahih Muslim nomor 2485 versi Al-Alamiyah, atau 1400 menurut versi Syarh Shahih Muslim. Kita dapat memilih macam-macam puasa sunah, untuk menjaga nafsu agar tidak bergejolak. Kita juga dapat memanjatkan do’a setelah shalat fardhu untuk meningkatkan pengendalian diri kita, ataupun menjalankan shalat sunah saat hawa nafsu bergejolak agar kembali sadar.
Pada hadis itu Rasul tidak menjelaskan tentang alternatif istimna’ (onani) sebagai jalan keluar untuk para pemuda yang memiliki nafsu gejolak seksual yang tinggi, dan karenanya disimpulkan bahwa onani tidak termasuk dalam opsi atau pilihan bila ingin melampiaskan hasil seksual yang benar.
Ibnu Taimiyah, salah satu imam masa klasik yang terkenal juga melarang onani dan mengatakan bahwa itu adalah sesuatu yang hanya bisa dilakukan menurut hal-hal darurat seperti dikhawatirkan jatuh pada zina atau akan menimbulkan sakit tertentu. Tapi tanpa alasan itu beliau tidak melihat adanya keraguan dalam memutuskan bahwa onani dilarang.

·         Yang membolehkan

Pada sebagian ulama juga ada yang membolehkan onani. Pada beberapa sumber disebutkan bahwa sebagian ulama yang membolehkan antara lain adalah Ibnu Abbas, Ibnu Hazm, kalangan Hanfiyah, dan sebagian Hanabilah.
Ibnu Abbas mengatakan bahwa onani lebih baik daripada zina tetapi lebih baik lagi bila menikahi wanita meskipun budak. Sementara Ibnu Hazm disebutkan dalam kitab Al-Muhalla juz 11 halaman 392 menuliskan bahwa onani adalah mubah karena hakikatnya hanya seseorang memegang kemaluannya lalu keluarlah maninya, sementara dalil yang mengharamkannya secara langsung tidak ada. Padahal Allah berfirman bahwa hal-hal yang haram telah dirincikan.
Sementara ulama Hanafiyah dan sebagian Hanabilah membolehkannya. Adapun ulama Hanafiyah membolehkannya bila takut berbuat zina dan karena tidak mampu melakukan perkawinan. Mereka yang menganggap onani boleh adalah karena hadis tentang anjuran Rasul di atas tidak secara langsung melarang perilaku onani.

Post a Comment

0 Comments