Terdapat banyak dalil
yang menunjukkan wajibnya beriman kepada para Rasul, di antaranya adalah firman
Allah Ta’ala,
وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنْ
ءَامَنَ باِللهِ وَالْيَوْمِ اْلأَخِرِ وَالْمَلَئِكَةِ وَالْكِتَابِ
وَالنَّبِيِّنَ
“Akan tetapi
sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kiamat,
malaikat-malaikat, kitab-kitab, dan nabi-nabi” (QS. Al Baqarah: 177)
كُلٌّ ءَامَنَ بِاللهِ
وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ لاَ نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِّن
رُّسُلِهِ وَقَالُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا
“Semuanya beriman
kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan Rasul-rasul-Nya
(mereka mengatakan):’ Kita tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan
yang lain) dan rasul-rasul-Nya’, dan mereka mengatakan “Kami dengar dan
kami taat…” (QS. Al Baqarah: 285)
Pada ayat-ayat di atas
Allah menggandengkan antara keimanan kepada para Rasul dengan keimanan terhadap
diri-Nya, malaikat-malaikat-Nya, dan kitab-kitab-Nya. Allah menghukumi kafir
orang yang membedakan antara keimanan kepada Allah dan para Rasul. Mereka
beriman terhadap sebagian namun kafir tehadap sebagian yang lain (Al
Irsyaad ilaa shahiihil I’tiqaad, hal 146)
Pokok-Pokok Keimanan
Terhadap Para Rasul
Keimanan yang benar
terhadap para Rasul Allah harus mengandung empat unsur pokok yaitu:
- Beriman bahwasanya risalah yang mereka bawa benar-benar risalah yang berasal dari wahyu Allah Ta’ala.
- Beriman terhadap nama-nama mereka yang kita ketahui.
- Membenarkan berita-berita yang shahih dari mereka.
- Beramal dengan syariat Rasul yang diutus kepada kita, yaitu penutup para Nabi, Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallaam. (Syarhu Ushuuill Iman, hal 34-35)
Antara Nabi dan Rasul
Sebagian ulama
berpendapat bahwa nabi sama dengan rasul. Namun pendapat yang benar adalah nabi
berbeda dengan rasul, walaupun terdapat beberapa persamaan. Nabi adalah
seseorang yang Allah beri wahyu kepadanya dengan syariat untuk dirinya sendiri
atau diperintahkan untuk menyampaikan kepada kaum yang sudah bertauhid.
Sedangkan rasul adalah seorang yang Allah beri wahyu kepadanya dengan syariat
dan diperintahkan untuk menyampaikan kepada kaum yang menyelisihnya. Nabi dan
rasul memiliki beberapa persamaan dan perbedaan.
Persamaan Nabi dan Rasul
adalah :
- Nabi dan Rasul sama-sama utusan Allah yang diberi wahyu oleh Allah, berdasarkan firman Allah,
وَمَآأَرْسَلْنَا مِن
قَبْلِكَ مِن رَّسُولٍ وَلاَنَبِيٍّ
“Dan Kami tidak
mengutus sebelum kamu seorang rasul pun dan tidak (pula) seorang nabi…”
(QS. Al Hajj:52). Dalam ayat ini Allah membedakan antara nabi dan rasul, namun
menjelasakan kalau keduanya merupakan utusan Allah.
- Nabi dan rasul sama-sama diutus untuk menyampaikan syariat.
- Nabi dan rasul ada yang diturunkan kepadanya kitab, ada pula yang tidak.
Perbedaan Nabi dan Rasul
:
- Nabi diberi wahyu untuk disampaikan kepada kaum yang sudah bertauhid atau untuk diamalkan bagi dirinya sendiri, sebagaimana dalam sebuah hadist, ”Dan akan datang Nabi yang tidak memiliki satu pun pengikut”. Sedangkan rasul diutus untuk menyampaikan syariat kepada kaum yang menyelisihinya.
- Nabi mengikuti syariat sebelumnya yang sudah ada, sedangkan Rasul terkadang mengikuti syariat sebelumnya -seperti Yusuf yang diutus untuk kaumnya dengan syariat yang dibawa oleh Ibrahim dan Ya’qub- dan terkadang membawa syariat baru. (Diringkas dari Syarh al ‘Aqidah Ath Thahawiyah Syaikh Sholeh Alu Syaikh, hal 227-234)
Para Nabi dan Rasul
Mengajarkan Agama yang Satu
Seluruh Nabi mengajarkan
agama yang satu, walaupun mereka memiliki syariat-syariat yang berbeda. Allah Ta’ala
berfirman,
شَرَعَ لَكُم مِّنَ
الدِّينِ مَاوَصَّى بِهِ نُوحًا وَالَّذِي أَوْحَيْنَآ إِلَيْكَ وَمَاوَصَّيْنَا
بِهِ إِبْرَاهِيمَ وَمُوسَى وَعِيسَى أَنْ أَقِيمُوا الدِّينَ وَلاَتَتَفَرَّقُوا
فِيهِ
“Dia telah
mensyariatkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh
dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan
kepada Ibrahim, Musa, dan Isa yaitu : Tegakkanlah agama dan janganlah kamu
berpecah belah tentangnya…. ”(QS. Asy Syuuraa:13)
يَآأَيُّهَا الرُّسُلُ
كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي بِمَاتَعْمَلُونَ عَلِيمٌ
{51} وَإِنَّ هَذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاتَّقُونَ
{52}
“Wahai para rasul,
makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang shaleh.
Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Sesungguhnya (agama
tauhid) ini, adalah agama kamu semua, agama yang satu dan Aku adalah Tuhanmu,
maka bertakwalah kepada-Ku” (QS. Al Mu’minun:51-52)
Nabi shalallahu
‘alaihi wa salaam bersabda, “Sesungguhnya seluruh nabi memiliki
agama yang satu, dan para nabi adalah saudara” (Muttafaqun ‘alaih).
Agama seluruh para Nabi
adalah satu, yaitu agama Islam. Allah tidak akan menerima agama selain Islam.
Yang dimaksud dengan islam adalah berserah diri kepada Allah dengan
mentauhidkan-Nya, tunduk kepada Allah dengan mentaatinya, dan menjauhkan diri
dari perbuatan syirik dan orang-orang musyrik. (Al Irsyaad ilaa Shahiihil
I’tiqaad hal 159-160).
Mendustakan Satu =
Mendustakan Semuanya
Kewajiban seorang mukmin
adalah beriman bahwa risalah para Rasul adalah benar-benar dari Allah. Barangsiapa
mendustakan risalah mereka, sekalipun hanya salah seorang di antara mereka,
berarti ia telah mendustakan seluruh para rasul. Hal ini berdasarkan firman
Allah Ta’ala :
كَذَّبَتْ قَوْمُ نُوحٍ
الْمُرْسَلِينَ
“Kaum Nabi Nuh telah
mendustakan para Rasul” (QS. Asy Syu’araa’:105)
Dalam ayat in Allah
menilai tindakan kaum Nuh sebagai pendustaan kepada para rasul yang diutus oleh
Allah, padahal ketika diutusnya Nuh belum ada seorang Rasulpun selain Nabi Nuh ‘alaihis
salaam. Berdasarkan hal ini maka orang-orang Nasrani yang mendustakan
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan tidak mau mengikuti beliau
berarti mereka telah mendustakan Al Masih bin Maryam (Nab Isa ‘alaihis
salaam) dan tidak mengikuti ajarannya. (Syarhu Ushuulil Iman hal
34-35)
Mengimani Nama Para Rasul
Termasuk pokok keimanan
adalah kita beriman bahwa para Rasul Allah memiliki nama. Sebagiannya
diberitakan kepada kita dan sebagiannya tdak diberitakan kepada kita. Yang
diberikan kepada kita seperti Muhanmad, Ibrahim, Musa, ‘Isa, dan Nuh ‘alahimus
shalatu wa salaam. Kelima nama tersebut adalah para Rasul ‘Ulul Azmi.
Allah Ta’ala telah menyebut mereka pada dua (tempat) surat di dalam Al
Quran yakni surat Al Ahzaab dan As Syuraa,
وَإِذْ أَخَذْنَا مِنَ
النَّبِيِّينَ مِيثَاقَهُمْ وَمِنكَ وَمِن نُّوحٍ وَإِبْرَاهِيمَ وَمُوسَى
وَعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ
“Dan ingatlah ketika
Kami mengambil perjanjian dari nabi-nabi dan dari kamu (sendiri), dari Nuh,
Ibrahim, Musa, dan Isa bin Maryam…” (QS. Al Ahzab:7)
شَرَعَ لَكُم مِّنَ الدِّينِ
مَاوَصَّى بِهِ نُوحًا وَالَّذِي أَوْحَيْنَآ إِلَيْكَ وَمَاوَصَّيْنَا بِهِ
إِبْرَاهِيمَ وَمُوسَى وَعِيسَى أَنْ أَقِيمُوا الدِّينَ وَلاَتَتَفَرَّقُوا
فِيهِ…
“Dia telah
mensyariatkan bagi kamu tentang apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan
apa yang telah kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada
Ibrahim, Musa, dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu
berpecah-belah tentangnya” (QS. Asy Syuraa:13)
Adapun terhadap para
Rasul yang tidak kita ketahui nama-namanya, kita beriman secara global. Allah Ta’ala
berfirman,
وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا
رُسُلاً مِّن قَبْلِكَ مِنْهُم مَّن قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُم مَّن لَّمْ
نَقْصُصْ عَلَيْكَ
“Dan sesungguhnya
telah Kami utus bebrapa orang rasul sebelum kamu, di antara mereka ada yang
Kami ceritakan kepadamu dan di antara mereka ada (pula) yang tidak Kami
ceritakan kepadamu” (QS. Al Mukmin:78). (Syarhu Ushuulil Iman,hal
35)
Para Rasul Pemberi Kabar
Gembira Sekaligus Pemberi Peringatan
Allah mengutus para
Rasul untuk menyampaikan kabar gembira sekaligus memberikan peringatan. Ini
merupakan salah satu dari hikmah diutusnya para rasul kepada manusia. Maksud
menyampaikan kabar gembira adalah menyebutkan pahala bagi orang yang taat,
sekaligus memberikan peringatan kemudian mengancam orang yang durhaka dan orang
kafir dengan kemurkaan dan siksa Allah. Allah Ta’ala berfirman,
رُّسُلاً مُّبَشِّرِينَ وَمُنذِرِينَ لِئَلاَّ يَكُونَ لِلنَّاسِ
عَلَى اللهِ حُجَّةُُ بَعْدَ الرُّسُلِ وَكَانَ اللهُ عَزِيزًا حَكِيمًا
“(Mereka Kami utus)
selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar tidak ada
lagi alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu”
(QS. An Nisaa’ 165).
Ayat ini merupakan dalil
bahwa tugas para Rasul ialah memberikan kabar gembira bagi siapa saja yang
mentaati Allah dan mengikuti keridhaan-Nya dengan melakukan kebaikan. Dan bagi
siapa yang menentang perintah-Nya dan mendustakan para rasul-Nya akan diancam
dengan hukum dan siksaan. (Husuulul Ma’muul bi Syarhi Tsalaatsatil Ushuulhal
195-196)
Nuh yang Pertama,
Muhammad Penutupnya
Termasuk keyakinan Ahlus
sunnah adalah beriman bahwasanya Rasul yang petama diutus adalah Nuh ‘alaihis
salaam dan yang terkhir adalah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dalil yang menunjukkan bahwa Nuh adalah Rasul pertama adalah firman Allah,
إِنَّآأَوْحَيْنَآإِلَيْكَ
كَمَآأَوْحَيْنَآإِلَى نُوحٍ وَالنَّبِيِّينَ مِن بَعْدِهِ
“Sesungguhnya Kami
telah memberkan wahyu kepadamu sebagaman Kami telah memberikan wahyu kepada Nuh
dan nabi-nabi yang kemudiannya…” (An Nisaa’:163)
Para ulama berdalil
dengan ayat ini bahwa Nuh adalah rasul pertama. Sisi pendalilannya adalah dari
kalimat “dan nabi-nabi yang kemudiannya”. Jika ada rasul sebelum Nuh tentunya
akan dikatakan dalam ayat ini.
Adapun dalil dari sunnah
adalah sebuah hadist shahih tentang syafa’at, ketika manusia mendatangi
Nabi Adam untuk meminta syafaat, beliau berkata kepada mereka, “Pergilah kalian
kepada Nuh, karena ia adalah rasul pertama yang diutus ke muka bumi”. Maka
mereka pun mendatangi Nuh dan berkata: “engkau adalah rasul pertama yang diutus
ke bumi…” (Muttafaqun ‘alaihi). Hadist ini merupakan dalil yang paling
kuat menunjukkan bahwa Nuh adalah rasul pertama. Dan Nabi Adam sendiri
menyebutkan bahwa Nuh sebagai Rasul pertama di atas muka bumi. (Husuulul
Ma’muul bi Syarhi Tsalaatsatil Ushuulhal 196-197)
Sedangkan Rasul yang
terakhir adalah Muhammad sholallahu ‘alaihi wa salaam. Dalilnya adalah
firman Allah Ta’ala.
مَّاكَانَ مُحَمَّدٌ
أَبَآ أَحَدٍ مِّن رِّجَالِكُمْ وَلَكِن رَّسُولَ اللهِ وَخَاتَمَ النَّبِيِّينَ
وَكَانَ اللهُ بِكُلِّ شَىْءٍ عَلِيمًا
“Muhammad itu
sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kalian, tetapi dia
adalah Rasulullah dan penutup para Nabi. Dia adalah Allah Maha Mengetahui
segala sesuatu” (QS. Al Ahzab:40).
Rasulullah sholallahu
‘alaihi wa salaam bersabda, “Aku adalah penutup para Nabi, dan beliau
berkata :’ Tidak ada Nabi sesudahku”. Hal ini melazimkan berakhirnya
diutusnya para Rasul, karena berakhirnya yang lebih umum (yakni diutusnya Nabi)
melazimkan berakhirnya yang lebih khusus (yakni diutusnya Rasul). Makna
berakhirnya kenabian dengan kenabian Muhammad yakni tidak adanya
pensyariatan baru setelah kenabian dan syariat yang dibawa oleh Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam. (Al Irsyaad ilaa Shahiihil I’tiqaad hal 173).
Buah Manis Iman yang
Benar Terhadap Para Rasul
Keimanan yang benar
terhadap para Rasul Allah akan memberikan faedah yang berharga, di antaranya
adalah:
- Mengetahui akan rahmat Allah dan perhatian-Nya kepada manusia dengan mengutus kepada mereka para Rasul untuk memberi petunjuk kepada merka kepada jalan Allah dan memberikan penjelasan kepada mereka bagaimana beribadah kepada Allah karena akal manusia tidak dapat menjangkau hal tersebut.
- Bersyukur kepada Allah atas nikmat yang sangat agung ini.
- Mencintai para Rasul,, mengagungkan mereka , serta memberikan pujian yang layak bagi mereka. Karena mereka adalah utusan Allah Ta’ala dan senantiasa menegakkan ibadah kepada-Nya serta menyampaikan risalah dan memberikan nasehat kepada para hamba. (Syarhu Ushuuill Iman hal 36).
0 Comments